Tari Seblang
bukanlah satu-satunya tari tradisional Indonesia yang diadakan sebagai
ungkapan rasa syukur atas kesuburan tanaman yang mereka peroleh. Dalam
budaya Jawa-Mataraman dikenal yang namanya upacara 'Bersih Desa'. Pada
budaya Jawa non-Mataraman, dikenal pula upacara 'Sedekah Bumi'. Di
Bugis-Makassar, ada upacara bernama Mappalili. Dalam budaya Suku Dayak Kenyah yang berada di Kalimantan Timur ada pula upacara kesuburan yang disebut Lepeq Majau. Di Bali ada upacara 'Mungkah', 'Mendak Sari' atau 'Muat Emping Ngaturan Sari'.
Simbol kesuburan dilambangkan dengan sesosok dewi cantik jelita bernama Dewi Sri.
Lain daerah, lain pula nama simbol padi dan kesuburannya. Dalam budaya
Jawa, ada simbol yang bernama Nini Thowok. Pada budaya Sunda, dikenal
dewi bernama Nyi Pohaci Sangiang Sri Dangdayang Tisnawati. Pada budaya Dayak, simbol padi dan kesuburan dilambangkan dengan penokohan 'Bini Kabungsuan'.
Tokoh Dewi Sri dalam budaya kesuburan adalah sakral.
Folklore tiap daerah pun mempunyai versi yang berbeda tentang Dewi ini.
Dalam folklore Sunda, Dewi Sri lahir dari sebutir telur dari air mata
seorang Dewa cacat bernama Dewa Anta. Konon, saking cantiknya sang
Dewi, raja para Dewa; Bathara Guru, jatuh cinta dan ingin mengawininya.
Namun niat itu digagalkan oleh dewa lain dengan cara membunuh Dewi Sri
dan menguburkannya di bumi. Beberapa hari kemudian, dari kuburannya
muncul beberapa jenis tanaman pangan. Dari bagian kepala, munculah
kelapa. Dari bagian mata, tumbuh padi biasa. Dari dadanya, muncullah
padi ketan. Dari kemaluannya tumbuh pohon enau dan dari bagian lain
muncullah rerumputan. Kejadian di daerah lain, hampir sama, yakni sosok
sentral wanita meninggal. Lalu dari kuburannya muncul tanaman-tanaman
pangan.
Bukan hanya di Indonesia, Curt Sachs sang penulis buku World History of the Dance
mengungkapkan bahwa jauh sebelum Masehi, para 'Shaman' telah
menciptakan hujan dengan ritual tari gembira. Kalau anda penasaran
seperti apa ghost dance atau rain dance ini, tengoklah sosok Jim Morrison - JIM MORRISON (THE DOORS) INDIAN DANCE 1968
- saat sedang tampil di atas panggung dan dalam keadaan trance.
Morrison yang terobsesi dengan budaya Indian akan menari-nari liar.
Itulah 'ghost dance'.
Di suku
Amazon , ada tari bernama Tari 'Itogapuk'. Tari ini membentuk gerakan
laki-laki dan perempuan yang saling bersatu, melingkari sebuah tanaman,
saling menempelkan pinggul lalu sang penari perempuan digendong untuk
kemudian dibawa pergi.
Ben Suharto, sang penulis buku 'Tayub' ; Pertunjukan dan Ritus Kesuburan,
mengungkapkan bahwa tari ritual kesuburan selalu berusaha mencapai
suatu sikap mistis tentang seksual dengan cara mendekatkan manusia
berbeda kelamin atau dengan cara saling melingkari.
Tari
Seblang pun, melambangkan kesuburan dengan simbol mahkota yang dipakai
oleh sang penari yang dihias dengan kembang aneka warna yang
melambangkan kesuburan. Seperti terdapat pada petikan dari sebuah
naskah kuno bernama 'Atharvaveda' yang berbunyi "Perempuan datang
sebagai lahan hidup; taburkanlah benih ke dalamnya, oh para lelaki."
Satu kesimpulan yang bisa ditarik dari sini adalah betapa wanita
merupakan sosok penting dalam mitos kesuburan, baik kesuburan tanaman
maupun kesuburan reproduksi.
Ritual Seblang
Pada
awalnya kesenian Seblang merupakan bentuk kesenian berdasarkan
mithologi, konon seblang adalah sisa dari kebudayaan para Hindu yang
banyak dianut oleh masyarakat Indonesia pada masa lampau.
Menurut
cerita dahulu Seblang dilakukan di setiap desa di Banyuwangi , sekarang
hanya dapat dijumpai di dua desa dalam lingkungan kecamatan Glagah,
Banyuwangi, yakni desa Bakungan dan Olihsari
( Olehsari ). Walaupun ada beberapa perbedaan diantara keduanya, tetapi
pada dasarnya berintikan sama, yaitu : memanggil Roh Halus untuk menari
melalui wadag seorang perempuan.
Upacara
Seblang biasa dilakukan di pedesaan, konon pada abad ke XVI pernah
dipindahkan ke istana oleh seorang bangsawan Blambangan yang bernama 'LOKENTO'. Tetapi Seblang yang dilakukan di Pendopo Kadipaten dan dikenal orang dengan nama "Seblang Lokento" itu kini telah musnah.
Ritual
ini dilaksanakan untuk keperluan bersih desa dan tolak bala, agar desa
tetap dalam keadaan aman dan tentram. Ritual ini sama seperti ritual
'Sintren' di wilayah Cirebon, Jaran Kepang, dan Sanghyang di Pulau Bali.
Penyelenggaraan
tari Seblang di dua desa tersebut juga berbeda waktunya, di desa
Olihsari diselenggarakan satu minggu setelah Idul Fitri, sedangkan di
desa Bakungan yang bersebelahan, diselenggarakan seminggu setelah Idul
Adha.
Para
penarinya dipilih secara supranatural oleh dukun setempat, dan biasanya
penari harus dipilih dari keturunan penari seblang sebelumnya. Di desa
Olihsari, penarinya haruslah gadis yang belum akil baliq, sedangkan di
Bakungan, penarinya haruslah wanita berusia 50 tahun ke atas yang telah
mati haid (menopause).
Tari
Seblang ini sebenarnya merupakan tradisi yang sangat tua, hingga sulit
dilacak asal usul dimulainya. Namun, catatan sejarah menunjukkan bahwa
Seblang pertama yang diketahui adalah 'Semi',
yang juga menjadi pelopor tari Gandrung wanita pertama (meninggal tahun
1973). Setelah sembuh dari sakitnya, maka nazar ibunya (Mak Midah atau
Mak Milah) pun harus dipenuhi, Semi akhirnya dijadikan seblang dalam
usia kanak-kanaknya hingga setelah menginjak remaja mulai menjadi
penari Gandrung. ( lihat - Semi: Peletak Dasar Gandrung Banyuwangi ).
Tari
Seblang ini dimulai dengan upacara yang dibuka oleh sang dukun desa
atau pawang. Sang penari ditutup matanya oleh para ibu-ibu yang berada
dibelakangnya, sambil memegang tempeh (nampan anyaman dari bambu). Sang
dukun mengasapi sang penari dengan asap dupa sambil membaca mantera.
Setelah sang penari kesurupan (taksadarkan diri atau 'kejiman' dalam
istilah lokal), dengan tanda jatuhnya tempeh tadi, maka pertunjukan pun
dimulai. Si seblang yang sudah kejiman tadi menari dengan gerakan
monoton, mata terpejam dan mengikuti arah sang pawang atau dukun serta
irama gendhing yang dimainkan. Kadang juga berkeliling desa sambil
menari. Setelah beberapa lama menari, kemudian si seblang melempar
selendang yang digulung ke arah penonton, penonton yang terkena
selendang tersebut harus mau menari bersama si Seblang. Jika tidak,
maka dia akan dikejar-kejar oleh Seblang sampai mau menari.
Musik
pengiring Seblang hanya terdiri dari satu buah kendang, satu buah
kempul atau gong dan dua buah saron. Sedangkan di Olihsari ditambah
dengan biola sebagai penambah efek musikal. Dari segi busana, penari
Seblang di Olihsari dan Bakungan mempunyai sedikit perbedaan, khususnya
pada bagian omprok atau mahkota.
Pada
penari Seblang di desa Olihsari, omprok biasanya terbuat dari pelepah
pisang yang disuwir-suwir hingga menutupi sebagian wajah penari,
sedangkan bagian atasnya diberi bunga-bunga segar yang biasanya diambil
dari kebun atau area sekitar pemakaman, dan ditambah dengan sebuah kaca
kecil yang ditaruh di bagian tengah omprok. Pada penari seblang wilayah
Bakungan, omprok yang dipakai sangat menyerupai omprok yang dipakai
dalam pertunjukan Gandrung, hanya saja bahan yang dipakai terbuat dari
pelepah pisang dan dihiasi bunga-bunga segar meski tidak sebanyak
penari seblang di Olihsari. Disamping unsure mistik, ritual Seblang ini
juga memberikan hiburan bagi para pengunjung maupun warga setempat,
dimana banyak adegan-adegan lucu yang ditampilkan oleh sang penari
seblang ini.
Upacara
kesenian ritual Seblang adalah salah satu bentuk tradisi tari sakral
yang bermotivasikan agraris spiritual. Bertujuan untuk kemakmuran
masyarakat, dengan mengupayakan kesuburan tanah atau mengusir penyakit.
Dengan mengadakan Seblang, masyarakat setempat akan terhindar dari
malapetaka.
Seblang Bakungan
Sejarah Seblang Bakungan
Warga
Kelurahan Bakungan sudah lama menggelar Ritual Seblang, agar dijauhkan
dari segala marabahaya, mereka menggelar ritual seblang semalam suntuk,
yakni, ritual tarian yang diperankan seorang wanita tua berusia lanjut.
Tradisi ini sudah ada sejak 316 tahun silam.
Konon,
mereka yang membuka perkampungan Bakungan berasal dari Bali. Bakungan
adalah salah satu nama tumbuhan yang banyak hidup di tempat itu.
Dahulu, Bakungan adalah sebuah hutan belantara yang banyak ditumbuhi
tanaman bakung.
'Seblang' berasal dari bahasa Using kuno yang berarti hilangnya segala permasalahan dan kesusahan.
Upacara ini diawali selamatan massal yang dilakukan sesaat setelah
matahari terbenam. Seluruh warga duduk di depan rumah masing-masing
sambil mempersembahkan tumpeng yang terdiri atas beberapa jenis makanan
khas. Di antaranya, pecel ayam, yaitu daging ayam yang dicampur urapan
kelapa muda. Sehari sebelumnya, beberapa tokoh masyarakat melakukan
ritual minta izin di makam 'buyut Witri'. Dia diyakini sebagai leluhur
masyarakat 'Kelurahan Bakungan'. Di tempat ini, warga meminta doa
sambil mengambil air suci. Air ini nantinya digunakan penari seblang
untuk penyucian dan disebarkan kepada seluruh warga kampung.
Sebelum
santap tumpeng, dukun membacakan doa-doa khusus menggunakan bahasa
Using. Isinya meminta seluruh penguasa jagat memberikan kerahayuan
kepada seluruh masyarakat. Suasana terasa mistis ketika aroma kemenyan
yang ditaburkan dukun menyebar ke seluruh arena seblang. Setelah itu,
ketua adat memukul kentongan berkali-kali sebagai pertanda selesainya
upacara tumpengan. Warga menyambut dengan pekikan ayat-ayat suci
Alquran. Setelah itu seluruh warga menyantap tumpengnya masing-masing.
Selama selamatan, seluruh anggota keluarga berkumpul di halaman
rumahnya.
Sebelumnya,
warga laki-laki bersama para pemuda berjalan keliling desa sambil
membawa obor. Ritual ini dimaksudkan untuk mengusir roh jahat yang akan
mengganggu desa. Mereka mengumandangkan ayat-ayat suci Alquran. Sekitar
pukul 19.30, ritual seblang dimulai. Acara ini diawali memanggil roh
yang akan masuk ke dalam tubuh penari. Setelah diberi mantra khusus,
penari kesurupan. Penari ini keturunan asli mbah buyut Witri yang
diyakini leluhur warga Bakungan, kata sesepuh adat Bakungan, 'Yalin'.
Prosesi Ritual Seblang Bakungan
Selayaknya
ritual lain, secara detail Tari Seblang Bakungan pun memiliki beberapa
tahapan sebelum mencapai ritual puncak. Inilah urutan ritual yang harus
dijalankan :
1.
Penari Seblang dirias dan mengenakan busana tarinya. Pada bagian tubuh
dan wajahnya, dibaluri sejenis tepung batu halus berwarna kuning (biasa
disebut atal ) yang dicampur dengan air. Lalu sang penari pergi
berjalan menuju arena dengan beberapa penyanyi perempuan dan pemilik
hajat.
2.
Pada tahapan kedua ini, sang penari dikenakan mahkota yang dihias
beraneka bunga dengan beragam warna. Tak lupa, sang penari memegang
nyiru dengan tangannya. Lalu ada seorang perempuan tua yang menutup
mata sang penari dengan tangannya. Setelah itu ada sang pawang yang
membakar dupa serta merapal mantra untuk memanggil dhanyang (roh
penjaga desa) yang dikenal dengan nama Buyut Kethut, Buyut Jalil, dan
Buyut Rasio agar memberkahi pertunjukan Seblang ini. Saat nyiru yang
dipegang penari Seblang itu jatuh, maka dia sudah mulai kejiman alias
kesurupan.
3.
Tahap ketiga, adalah tahap pemilihan lagu untuk mengiringi sang penari.
Ada kalanya, lagu yang dimainkan tidak disetujui oleh sang penari yang
sudah trance ini. Kalau sang penari setuju, maka ia akan berdiri dan
menari dengan gemulai berlawanan dengan arah jarum jam. Kalau tidak
setuju, dia tidak mau berdiri serta memberi isyarat agar sang pengiring
memainkan lagu lain. Kadang kala, disaat jeda pemilihan lagu dan sang
penari beristirahat, disisipkan pula ritual sabung ayam.
4.
Setelah ritual tari berhenti sejenak, maka ada beberapa gadis cantik
dengan kebaya memegang kembang dirma yakni bunga beraneka warna yang
dipercayai bisa mendatangkan berkah. Lalu bunga ini diberikan pada
penonton, lalu penonton memberikan derma uang ala kadarnya.
5. Tahapan ini disebut 'tundik' dan beberapa menyebutnya Ngibing,
yakni saat dimana sang penari mengajak penonton untuk ikut menari. Cara
memilih penontonnya unik, yakni sang penari Seblang melemparkan
'sampur' pada penonton. Siapa yang ketiban sampur itu harus menari
bersama penari Seblang. Suasana menjadi ramai dan penuh tawa saat
penonton lari berhamburan menghindari sampur yang dilempar itu.
6. Inilah titik puncak dari upacara Seblang. Saat sang pengiring memainkan lagu Candradewi
yang dimainkan dengan cepat, sang penari juga berputar dengan cepat.
Lalu sang penari rebah dan tergeletak menelungkup. Saat ini petugas
kembali meminta derma dari para penonton.
Seusai
pertunjukkan, ada satu ritual lain yang tak afdol rasanya jika tak
diikuti. Yakni acara berebutan sesajen hasil pertanian yang digantung
di beberapa bagian kantor balai desa. Ada durian, padi, alpukat,
sirsak, pisang hingga kelapa.
Ritual Seblang Olehsari
Sejarah Seblang Olehsari
Menurut
catatan di buku historis di Desa Olehsari, Seblang pernah tidak
diselenggarakan antara tahun 1943 s/d 1956. Bagi masyarakat Olehsari
ketiadaan acara Seblang seperti merasa kehilangan sesuatu. 'Pageblug'
terjadi, panen banyak gagal dan serangan penyakit terhadap ternak dan
manusia tak terhindarkan. Maka pada tahun 1957 acara tersebut dimulai
lagi. Konon suasana jadi pulih.
Prosesi Ritual Seblang Olehsari
Masih
dalam suasana Lebaran, di Desa Olehsari (sekitar 5 km sebelah barat
Kota Banyuwangi) diselengarakan acara adat tahunan Seblang. sebenarnya
tak begitu sulit mencari lokasi karena arena, karena dari kejauhan
sudah terdengar musik gamelan yang "ngelangut' sekakan-akan memanggil
siapa saja untuk datang.
Walaupun
prosesi dilaksanakan pada siang yang cukup terik, disekeliling arena
telah berjubel masyarakat yang akan mengikuti acara Seblang. Dahulu
diantara kerumunan penonton itu selalu dibuka jalur yang disediakan
untuk jalan tamu gaib
yang naik kuda. Juga disediakan kursi-kursi kosong. Siapapun tak berani
menginjak jalur atau menduduki kursi tersebut, karena untuk tamu-tamu
gaib.
0 komentar:
Posting Komentar